Filsafat India sering disebut dengan istilah Darsana. Didalam Hindu ada
enam filsafat yang dikenal dengan sebutan Sad Darsana yaitu tentang enam pandangan
filsafat Hindu. Secara Epistemologi Filsafat yang mengkaji keberadaan sesuatu
tentang sumber dan kebenaran pengetahuan (episteme), batas-batas pengetahuan,
struktur pengetahuan dengan Logika, kebenaran dan Filsafat Ilmu. Secara
Ontologi Filasafat yang mengkaji “keberadaan sesuatu” baik kongkrit (fisis),
abstrak (metafisis) sejauh sesuatu itu ada.
Sad Darsana terdiri dari enam bagian filsafat yang meliputi :
- Nyaya, Pendiri ajaran ini adalah Rsi Gotama. Kadang-kadang beliau juga memakai Aksapada atau Dirghatapa. Pokok ajaran Nyaya adalah logika (Tarka Veda).
- Vaisiseka, Pendirinya adalah Rsi Kanada. Beliau juga dikenal dengan nama Kanabhaksaka. Vaisiseka mengajarkan tentang pengetahuan yang menuntut orang untuk realisasi sang diri.
- Samkhya, Menurut tradisi yang mula-mula mengajarkan ajaran Samkhya ialah Rsi Kapila. Samkhya mengajarkan ajaran yang sistematis tentang proses perkembangan kejadian alam semesta.
- Yoga, Pendiri ajaran ini adalah Rsi Patanjali. Yoga mengajarkan latihan mengendalikan badan dan pikiran untuk mencari tujuan terakhir yang disebut samadhi.
- Purwa Mimamsa, Ajaran Mimamsa didirikan oleh Rsi Jaimini. Ajaran ini mengajarkan tentang dasar-dasar ajaran dharma, lebih menekankan kepada ritual dan etika dari pada filsafat.
- Vedanta (Wedanta), bagian akhir dari Weda ajaran ini disebut juga Utara Mimamsa Vedanda, merupakan puncak filsafat india yang berdasarkan atas ajaran Upanisad Pokok ajaran Vedanta ialah membicarakan hubungan antara Tuhan dengan dunia, antara Atma dengan Paramatma. Tokoh pendiri Vedanta adalah Rsi Badrayana didalam kitab Bhagavadgita, Vedanta disebut Brahma Sutra.
Filsafat yang muncul di India merupakan bagian yang sejalan
dengan agama. Dengan melihat eratnya hubungan agama dan filsafat India, maka
filsafat India bersifat religius dengan
menonjolkan aspek-aspek bersifat metafisik, yaitu hakekat ketuhanan dan alam
semesta sebagai bahan utama dalam pembahasan. Dilihat dari sebagian besar kehidupan di India dikuasai oleh
cita-cita kerohaniaan atau kejiwaan, maka yang banyak dikemukakan menurut
filsafat India adalah suatu orde atau tempat kediaman yang kekal dan abadi bagi
manusia, yang tiada lain berada dalam dan bersatu dengan Tuhan, tidak mengalami
kelahiran kembali atau samsara (Madja, 2009: 21).
Samkhya merupakan salah satu filsafat India atau Darsana merupakan filsafat yang mengakui otoritas Veda sebagai otoritas tertinggi, sehingga Samkhya termasuk dalam kelompok filsafat Astika. Dalam sejarah Samkhya diakui sebagai Darsana yang tertua diantara Darsana lainnya. Ajaran ini dibangun oleh Maharsi Kapila, yang menulis Samkhyasutra. Didalam sastra Bhagavatapurana disebutkan nama Maharsi Kapila, putra Devahuti sebagai pembangun ajaran Samkhya yang bersifat theistic. Karya sastra mengenai Samkhya yang kini dapat diwarisi adalah Samkhyakarika yang di tulis oleh Isvarakrsna. Ajaran Samkhya ini sudah sangat tua umurnya, dibuktikan dengan termuatanya ajaran Samkhya dalam sastra-sastra Sruti, Smrti, Itihasa dan purana. Menurut keterangan orang yang pandai dan bijaksana kata Samkhya artinya angka. Sistem angka ini dipakai untuk menyusun urutan kebenaran tertinggi ajaran ini.
Kata Samkhya juga merupakan pemantulan, yaitu pemantulan filsafati. Ajaran Samkhya bersifat realistis karena didalamnya mengakui realitas dunia ini yang bebas dari roh. Disebut dualistis karena terdapat dua realitas yang saling bertentangan tetapi bisa berpadu, yaitu purusa dan prakrti yang merupakan pokok dari ajaran Samkhya, yaitu azas rokhani dan badani. Dari perpaduan ini maka terciptalah alam semesta beserta isinya.
Ajaran Filsafat Samkhya
Dalam filsafat India yang bersumber dari kitab suci Hindu yaitu Veda, Brahmakanda dan Upanishad - terdapat enam aliran utama yang menjadi cikal bakal aliran-aliran lain dalam masa-masa berikutnya. Keenam aliran atau madzab itu ialah Nyaya, Vaishesika, Samkhya, Yoga, Mimamsaka dan Vedanta. Aliran yang akan dibahas sekarang ialah Samkhya, lazim dipasangkan dengan aliran lain yang merupakan penjabarannya dalam bentuk disiplin kerohanian yaitu yoga.
Samkhya berasal dari dua kata yaitu Sam yang berarti bersama - sama dan Khya yang berarti bilangan. Jadi Samkhya berarti susunan yang berukuran bilangan. Perkataan Samkhya juga berarti pengetahuan yang sempurna (sayag jnana). Sistem filsafat Samkhya kadangkala dinamakan pula dengan istilah Nir Iswara Samkhya tidak menyebut nama Tuhan. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Kapila adalah karena Tuhan itu sulit untuk dibuktikan. Inilah suatu pernyataan yang menarik untuk diperbincangkan karena Samkhya mengakui adanya Purusa (roh) sebagai asas tertinggi. Cukup banyak penulis yang menyinggung tentang Samkhya dan dapat kita nikmati sampai detik ini, salah satunya adalah Samkhya Karika yang ditulis oleh Iswarakresna.
Menurut ajaran Samkhya ada tiga sumber pengetahuan yang benar (Tri Pramana). yaitu Pratyaksa (pengamatan langsung), Anumana (didasarkan atas kesimpulan), dan Sabda pramana (pernyataan). Tentang pengetahuan yangdidapat atas dasar Sabda dapat dibagi dua yaitu Laukika yang artinya kesaksian yang diberikan oleh orang yang dapat dipercaya, Waidika yang artinya kesaksian Veda.
Di dalam etika Samkhya tidak membedakan seseorang atas golongannya untuk mempelajari kitab suci Veda. Setiap orang dianjurkan untuk mengendalikan pikiran agar terjadi keseimbangan di dalam dirinya sendiri dan lingkungannya. Menurut Samkhya pribadi yang tampak bukanlah pribadi yang sebenarnya melainkan khayalan, pribadi yang sesungguhnya adalah purusa atau roh itu sendiri.
Dalam mencari pengetahuan yang benar, filosof Samkhya menggariskan tiga metode. Yaitu: (1) Pratyaksa pramana atau pengamatan langsung; (2) Anumana pramana (penyimpulan); (3) Apta Vakya atau penegasan yang pantas, berlandaskan apa yang diajarkan kitab Veda atau ucapan para maharesi. Penekanan pada dualitas dapat dilihat pada ajarannya yang menyatakan bahwa awal terjadinya dunia atau alam semesta ialah purusha dan prakrti. ‘Purusha’ ialah asas rohani, dan prakrti ialah asas kebendaan atau jasmani. Keduanya tanpa awal (anadi) dan tanpa akhir (ananta). Purusha adalah ruh yang jumlahnya banyak, sedangkan prakrti ialah materi yang kacau balau yang tidak berbentuk, jumlahnya tidak terkira banyaknya dan berputar dalam kegelapan. Prakrti mendapat bentuk tertentu setelah bercampur dengan purusha. Dalam kehidupan keduanya tidak dapat dibedakan dan dipisahkan. Jika purusha dan prakrti terpisah maka kehidupan akan berakhir dan kelahiran baru akan mulai.
Karena pada hakekatnya alam semesta ini merupakan serentetan akibat dari suatu sebab. Sebab itu haruslah suatu asas yang bukan roh. Bukan kesadaran dan sebab itu haruslah lebih halus dari akibat yang menimbulkannya. Sebab terakhir itu haruslan suatu asas yang tidak merupakan akibat dari suatu sebab lagi, suatu sebab yang kekal abadi yang selalu menjadi sumber dari terciptanya dunia ini. Sebab yang terakhir inilah yang disebut dengan prakerti dalam ajaran Samkhya. Karena prakerti itu merupakan suatu sebab pertama dari semua yang ada dalam alam semesta ini, ia harus bersifat kekal dan abadi, sebab tidak mungkin yang tidak kekal menjadi sebab yang pertama dari semua yang ada di alam semesta ini (Sumawa, 1996: 139).
Pradana dan Prakerti adalah kekal, meresapi segalanya, tak dapat digerakan dan cuma satu adanya. Ia tak memiliki sebab, tetapi merupakan penyebab dari semua akibat. Prakerti hanya bergantung pada aktifitas dari unsure pokok Guna-nya sendiri (sifat methafisika). Prakerti merupakan ketiadaan kecerdasan, seperti seutas tali yang terdiri dari tiga bagian pintalan yang terbentuk dari tiga Guna (Maswinara, 1999: 156).
Tentang purusha dan prakrti dapat diuraikan seperti berikut. Purusha itu ‘nyata’ (sat) dan dapat dikatakan sebagai suatu kesadaran yang meresapi segala sesuatu dan abadi. Prakrti adalah pelaku kehidupan yang mengandung unsur ruhani dan benda. Arti prakrti ialah yang mula-mula dan yang mendahului semua kejadian. Pra berarti sebelum, dan kri berarti membuat sesuatu yang mirip, yaitu dengan alam maya yang digambarkan oleh Vedanta. Prakrti disebut pradhana, pokok asal segala sesuatu. Bergerak dan berkembangnya prakrti menjadi obyek-obyek hidup yang banyak di alam semesta, disebabkan adanya tiga guna atau sifat (triguna) yang melekat dalam dirinya dan ketiganya bersama-sama melakukan aktivitas tanpa henti. Tiga guna itu ialah Sattva, Rajas dan Tamas.
Sattva ialah kesesuaian, keseimbangan, kebaikan, kepantasan atau kepatutan. Rajas ialah kegiatan, kegairahan, gerak tanpa henti, tindakan maju ke depan. Tamas ialah kelesuan, kebekuan, kekebalan dan kekokohan. Apabila sattva yang berpengaruh, tumbuhlah gejolak, keresahan, gonjang-ganjing dan dinamika. Rajas dinyatakan sebagai raga dvesa yaitu suka dan tidak suka, cinta dan benci, senang dan tidak senang, menarik simpati dan memualkan. Tamas menimbulkan kelesuan, kemalasan, kemasabodohan, kegiatan yang dungu dan ketidakpedulian. Ketiga guna itu ada pada manusia dengan keseimbangan yang berbeda-beda, serta menentukan watak, perangai dan pribadi seseorang. Dengan kata lain Sattva ialah unsur terang atau cahaya. Rajas ialah unsur aktif dan penggerak. Tamas ialah unsur gelap dan berat.
Sebagai sistem filsafat, Samkhya Darsana memiliki banyak pendukung dan penafsir. Di antara tokoh-tokoh yang menonjol sebagai penafsir dan perumus-perumus baru ajaran Kapila Muni ialah Isvara Krisna (abad ke-3 M), Vacaspati Misra (abad ke-9 M), Ganganatha Jha (abad ke-10 M), Anirudha (abad ke-15), Vijnana Bhiksu (abad ke-16 M), Mahadeva Vedantin (abad ke-18 M) dan masih banyak lagi yang lain.
Teori Evolusi Dalam Samkhya
Sebagai sistem filsafat yang
menguraikan masalah evolusi, yaitu perkembangan dan perubahan segala sesuatu
yang ada di alam semesta, barangkali dapat dijelaskan sebagai berikut. Samkhya
bertolak dari kategori-kategori jamak yang dijumpai dalam kitab Veda dan
dikemukakan secara rumit dan kompleks oleh filsafat Nyaya dan Vaisesika.
Berdasarkan kategori tersebut kemudian filosof Samkhya menyederhanakannya
menjadi dua asas, yaitu purusha dan prakrti. Purusha adalah subyek yang
mengetahui segala sesuatu, sedangkan prakrti adalah obyek yang diketahui.
Prakrti yang sering diartikan sebagai alam merupakan material primordial yang merupakan asas dari semua keberadaan obyektif, baik keberadaan jasadi maupun keberadaan jiwani (psikologis). Pakrti adalah obyek yang senantiasa berubah dan merupakan sumber dari alam yang menjadi atau kejadian-kejadian di alam semesta. Di dalamnya semua keberadaan yang ditentukan tersimpan dan tersembunyi sebagai benih potensial bagi terjadinya sesuatu. Ia bukan wujud, tetapi suatu daya atau kekuatan yang selalu dalam keadaan tegang. Ketegangan yang dialaminya disebabkan adanya tiga guna (sifat asas) yang melekat dalam dirinya secara abadi. Ketiga guna itu ialah sattva, rajas dan tamas.
Dengan perkataan lain prakrti adalah tali senar yang menjadi sarana kegiatan atau permainan tiga guna itu. Perpaduan ketiga guna ini melahirkan kesenangan, duka, kebencian, kemalasan dan seterusnya tergantung guna yang mana yang paling kuat. Bila ketiganya seimbang maka tidak ada gerak dari prakrti, alias diam dan hening. Bila keseimbangan terganggu, ketegangan akan muncul dan bermulalah proses evolusi itu.
Sattwa adalah keseimbangan. Bila sattwa yang menang atau dominan, maka terjadi kedamaian atau ketenangan. Rajas adalah aktifitas yang dinyatakan sebagai raga-dwesa, suka atau tidak suka, cinta atau benci, menarik atau menjijikan. Tamas adalah yang membelenggu dengan kecendrungan untuk kelesuan, kemalasan dan kegiatan yang dungu, yang menyebabkan khayalan atau tanpa perbedaan. Bila sattwa lebih berpengaruh, ia mengatasi rajas dan tamas. Bila rajas lebih berpengarun, ia mengatasi sattwa dan tamas. Bila tamas yang lebih berpengaruh, ia menguasai rajas dan sattwa (Sivananda, 3003: 196).
Prakrti yang sering diartikan sebagai alam merupakan material primordial yang merupakan asas dari semua keberadaan obyektif, baik keberadaan jasadi maupun keberadaan jiwani (psikologis). Pakrti adalah obyek yang senantiasa berubah dan merupakan sumber dari alam yang menjadi atau kejadian-kejadian di alam semesta. Di dalamnya semua keberadaan yang ditentukan tersimpan dan tersembunyi sebagai benih potensial bagi terjadinya sesuatu. Ia bukan wujud, tetapi suatu daya atau kekuatan yang selalu dalam keadaan tegang. Ketegangan yang dialaminya disebabkan adanya tiga guna (sifat asas) yang melekat dalam dirinya secara abadi. Ketiga guna itu ialah sattva, rajas dan tamas.
Dengan perkataan lain prakrti adalah tali senar yang menjadi sarana kegiatan atau permainan tiga guna itu. Perpaduan ketiga guna ini melahirkan kesenangan, duka, kebencian, kemalasan dan seterusnya tergantung guna yang mana yang paling kuat. Bila ketiganya seimbang maka tidak ada gerak dari prakrti, alias diam dan hening. Bila keseimbangan terganggu, ketegangan akan muncul dan bermulalah proses evolusi itu.
Sattwa adalah keseimbangan. Bila sattwa yang menang atau dominan, maka terjadi kedamaian atau ketenangan. Rajas adalah aktifitas yang dinyatakan sebagai raga-dwesa, suka atau tidak suka, cinta atau benci, menarik atau menjijikan. Tamas adalah yang membelenggu dengan kecendrungan untuk kelesuan, kemalasan dan kegiatan yang dungu, yang menyebabkan khayalan atau tanpa perbedaan. Bila sattwa lebih berpengaruh, ia mengatasi rajas dan tamas. Bila rajas lebih berpengarun, ia mengatasi sattwa dan tamas. Bila tamas yang lebih berpengaruh, ia menguasai rajas dan sattwa (Sivananda, 3003: 196).
Proses evolusi dapat dilukiskan tatanan menurun sebagai berikut: Dari perpaduan purusha dan prakrti lantas muncul mahat. Mahat arti harfiahnya ialah besar atau maha besar. Mahat ini adalah aktualitas yang muncul dari potensi prakrti setelah hadirnya purusha. Dengan munculnya mahat maka evolusi bermula. Mahat merupakan dasar dari buddhi (inteligensia). Dalam proses awal evolusi ini, mahat mengeluarkan aspek-aspek semesta dari prakrti, sedangkan buddhi merupakan padanan dari aspek semesta yang terdapat jiwa manusia. Buddhi bukan purusha, tetapi atman (jiwa individual) yang jumlahnya banyak dan merupakan substansi halus dari semua proses kehidupan mental. Dari buddhi, muncul ahamkara (rasa keakuan) dari segala sesuatu yang merupakan prinsip individuasi.
Ada tiga garis perkembangan yang muncul sebagai akibat dari
gerak ahamkara, yaitu sebagai berikut: Pertama, dari berkembang dan berubahnya
sattva muncul manas (pikiran yang diekspresikan), disertai lima indera dan
organ motoris yang merupakan sarana gerakan atau tindakan. Kedua, dari
berkembang dan berubahnya tamas muncul ahamkara (hawa nafsu, rasa keakuan) dan
lima unsur halus, selanjutnya lima unsure kasar. Ketiga, rajas mensuplai energi
terhadap kedua perkembangan tersebut.
Demikianlah proses evolusi dari prakrti, setelah campur tangan purusha, menjelma 24 kategori yang keseluruhannya adalah sebagai berikut: (a) Prakrti ; (b) Mahat, artinya yang agung, dalam jiwa manusia disebut buddhi, yang perannya ialah mengatur informasi yang diterima dari indera. Buddhi (budi) disebut juga sebagai common sense, akal sehat; (c) Lima organ indera - 5 kategori; (d) Lima organ motoris atau penggerak tubuh: alat bicara, tangan, kaki, alat pelepasan dan alat perkembangan tubuh - semuanya 5 kategori; (e) Lima unsur halus sebagai padanan panca indera, yaitu obyek penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pencecapan; (f) Lima unsur kasar yang berasal dari lima unsur halus, yaitu ‘ruang’ dari penglihatan, ‘api’ dari penglihatan, ‘udara’ dari perabaan, ‘air’ dari pencecapan dan ‘tanah’ dari penciuman - semuanya 5 kategori. Mahat muncul langsung dari alam; (g) Ahamkara, prinsip ego muncul dari mahat sebagai akibat kerja tamas.
Atman adalah pribadi yang dialami dan mengalami, diri yang dibatasi oleh jasmani dan pancaindera. Ia merupakan bagian dari alam dunia. Setiap atman dalam diri jasmaninya memiliki tubuh halus yang dibentuk dari sarana mental. Pancaindera termasuk ke dalam kategori tubuh halus. Ada pun unsure halus yang ada pada alam sebagai akibat dari prkrti memiliki tiga guna juga seperti prkrti. Karena kehadiran purusha maka atman atau diri individual yang empiris terdiri dari dua perkara, yaitu roh yang merupakan wakil dari purusha dan badan jasmani yang merupakan aktualisasi prkrti.
Demikianlah proses evolusi dari prakrti, setelah campur tangan purusha, menjelma 24 kategori yang keseluruhannya adalah sebagai berikut: (a) Prakrti ; (b) Mahat, artinya yang agung, dalam jiwa manusia disebut buddhi, yang perannya ialah mengatur informasi yang diterima dari indera. Buddhi (budi) disebut juga sebagai common sense, akal sehat; (c) Lima organ indera - 5 kategori; (d) Lima organ motoris atau penggerak tubuh: alat bicara, tangan, kaki, alat pelepasan dan alat perkembangan tubuh - semuanya 5 kategori; (e) Lima unsur halus sebagai padanan panca indera, yaitu obyek penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pencecapan; (f) Lima unsur kasar yang berasal dari lima unsur halus, yaitu ‘ruang’ dari penglihatan, ‘api’ dari penglihatan, ‘udara’ dari perabaan, ‘air’ dari pencecapan dan ‘tanah’ dari penciuman - semuanya 5 kategori. Mahat muncul langsung dari alam; (g) Ahamkara, prinsip ego muncul dari mahat sebagai akibat kerja tamas.
Atman adalah pribadi yang dialami dan mengalami, diri yang dibatasi oleh jasmani dan pancaindera. Ia merupakan bagian dari alam dunia. Setiap atman dalam diri jasmaninya memiliki tubuh halus yang dibentuk dari sarana mental. Pancaindera termasuk ke dalam kategori tubuh halus. Ada pun unsure halus yang ada pada alam sebagai akibat dari prkrti memiliki tiga guna juga seperti prkrti. Karena kehadiran purusha maka atman atau diri individual yang empiris terdiri dari dua perkara, yaitu roh yang merupakan wakil dari purusha dan badan jasmani yang merupakan aktualisasi prkrti.
Aktualisasi Filsafat Samkhya Umat Hindu Bali
Agama
Hindu diduga memiliki konsep ateisme (terdapat dalam ajaran Samkhya) yang
dianggap positif oleh para teolog/sarjana dari Barat. Samkhya merupakan ajaran
filsafat tertua dalam agama Hindu yang diduga menngandung sifat ateisme.
Filsafat Samkhya dianggap tidak pernah membicarakan Tuhan dan terciptanya dunia
beserta isinya bukan karena Tuhan, melainkan karena pertemuan Purusha dan
Prakirti, asal mula segala sesuatu yang tidak berasal dan segala penyebab namun
tidak memiliki penyebab. Oleh karena itu menurut filsafat Samkhya, Tuhan tidak
pernah campur tangan. Ajaran filsafat ateisme dalam Hindu tersebut tidak
ditemui dalam pelaksanaan Agama Hindu Dharma di Indonesia, namun ajaran
filsafat tersebut (Samkhya) merupakan ajaran filsafat tertua di India. Ajaran
ateisme dianggap sebagai salah satu sekte oleh umat Hindu Dharma dan tidak
pernah diajarkan di Indonesia.
Didalan
ajaran agama Hindu di Indonesia dan di Bali pada khususnya, aktualisasi atau
penerapan dari ajaran Samkhya diwujudkan dengan pemujaan-pemujaan seperti
pemujaan pada lingga-yoni sebagai perwujudan dari purusa dan prakerti yang
merupaka simbol dari penciptaan alam semesta atau perwujudan Tuhan itu sendiri.
Petunjuk yang lebih jelas lagi
mengenai lingga terdapat pada kitab Lingga Purana dan Siwaratri Kalpa karya Mpu
Tanakung. Di dalam lingga purana disebutkan sebagai berikut: ”Pradhanam
prartim tatca ya dahurlingamuttaman. Gandhawarna rasairhinam sabdasparsadi
warjitam”.Artinya: Lingga
awal yang mula-mula tanpa bau, warna, rasa, pendengaran dan sebagainya
dikatakan sebagai prakrti (alam).
Didalam perkembangan ajaran Samkhya
di Bali tidak terlepas dari sejarah perkembangan agama Hindu di Indonesia dan demikian juga merupakan kelanjutan dari
perkembangan agama Hindu di India. Sejarah perkembangan agama Hindu di Bali
diduga mendapat pengaruh dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Masuknya agama Hindu
di Bali diperkirakan sebelum abad ke-8
Masehi, karena terbukti berupa gambar dan cerita yang dipahat pada prasasti
yang ditemukan didesa Pejeng, Gianyar yang berbahasa Sanskerta. Bila ditinjau
dari bentuk huruf diduga sejaman dengan
meterai tanah liat yang memuat mantra Buddha yamg dikenal dengan “Ye te mantra”, dan diperkirakan berasal
dari tahun 778 Masehi.pada baris pertama dalam prasasti tersebut menyebutkan
kata “Sivas” atau lingga-yoni yang merupakan perwujudan dari purusa dan
prakrti yang merupakan proses terciptanya alam yang oleh para ahli yaitu Dr. R
Goris menduga bahwa dari sana merupakan awal dari terbentuknya/adanya radaya
atau Sekte yang berkrmbang di Bali (http://id.wikipedia.org./wiki/sejarah
hindu bali,2011).
Yang berkembang di Bali dalam ajaran
filsafat Samkhya yaitu kesaman atau kesetaraan antara Purusa dan prakrti atau
antara laki-laki dan perempuan. Masyarakat Bali mayoritas beragama Hindu, dalam
Agama Hindu yang disebut sebagai pemimpin adalah seseorang yang memiliki
karakter atau sifat/bakat kepemimpinan. Terkait dengan sifat/karakter atau
bakat, kitab suci Hindu menyebutnya sebagai varna. Dimana kata varna yang
berasal dari bahasa Sanskerta berasal dari urat kata “Vr” yang artinya pilihan
bakat dari seseorang (Titib, 1996: 10). Varna yang memiliki bakat kepemimpinan
yang menonjol disebut ksatriya yang berarti memberi perlindungan. Varna ini
tidak membedakan antara laki dan perempuan, juga bukan pada faktor keturunan,
tetapi lebih pada sifat, bakat dan kemampuan. Sifat, bakat dan kemampuan ini
merupakan unsur perpaduan purusa dan prakerti.
Di dalam
ajaran filsafat yang berkembang di Bali tentang etika Samkhya tidak membedakan
seseorang atas golongannya untuk mempelajari kitab suci Veda. Setiap orang
dianjurkan untuk mengendalikan pikiran agar terjadi keseimbangan di dalam dirinya
sendiri dan lingkungannya. Menurut Samkhya pribadi yang tampak bukanlah pribadi
yang sebenarnya melainkan khayalan, pribadi yang sesungguhnya adalah purusa atau roh itu sendiri.
Tujuan
akhir dari ajaran Samkhya adalah
kelepasan. Kelepasan dapat dicapai oleh seseorang bila ia menyadari bahwa purusa tidak sama dengan alam pikiran,
perasaan dan badan jasmani. Bila seseorang belum menyadari akan hal itu, maka
ia tidak akan dapat mencapai kelepasan. Akibatnya ia mengalami kelahiran yang
berulang-ulang (samsara/punarbhawa).
Jalan untuk mencapai kelepasan adalah melalui pengetahuan yang benar, latihan
kerohanian yang terus-menerus untuk merealisasikan perbedaan purusa dan prakerti dan cinta kasih terhadap semua mahluk (tatwam asi). Dengan demikian Samkhya menekankan pada jalan jnana dalam wujud wiweka dan kebijaksanaan untuk melepaskan purusa dari jebakan prakerti (tri guna).
Kesimpulan
Berdasarkan analisis
yang telah dilakukan, maka dapat digarisbawahi beberapa hal sebagai sebuah
kesimpulan, yaitu Samkhya
adalah salah satu system filsafat India, yang mengakui Veda sebagai otoritas
tertinggi. Oleh sebab itu Samkhya dikelompokkan kedalam Astika (ortodok). Jika
dilihat dari bentuk katanya, jadi secara harfiah Samkhya berarti bilangan
bersama-sama. Kata Samkhya digunakan dalam Sruti dan Smerti, dimana
masing-masing digunakan dalam pengertian pengetahuan
dan tindakan, sehingga
kata Samkhya ini juga memiliki arti pengetahuan yang benar. system ini
memberikan 25 prinsip terjadinya alam semesta setelah dua asas yaitu purusa dan prakerti sehingga
berkembanglah sebagai penyusun alam semesta dan tubuh manusia itu sendiri.
Meskipun Samkhya kadangkala dikatakan sebagai ajaran yang
bersifat atheistic namun Samkhya menggunakan Veda sebagai otoritas
tertingginya. Samkhya menggunakan Veda sebagai dasar pengembangan kebenaran
Hindu. Selain Veda, Samkhya juga menggunakan Chandogya Upanisad, Prashna
Upanisad, Katha Upanisad, dan Svetasvatara Upanisad. Dan yang tidak kalah
penting dalam ajaran Samkhya adalah Mahabharata yang termuat dalam kitab
Bhagawadgita. Dan tujuan akhir dari ajaran Samkhya adalah kelepasan. Kelepasan dapat dicapai oleh seseorang bila ia
menyadari bahwa purusa tidak sama
dengan alam pikiran, perasaan dan badan jasmani. Jadi dalam ajaran filsafat
Samkhya yang di aplikasikan sebagai suatu kebijakan dalam kehidupan yaitu
merupakan penyadara akan pentingnya pemahaman dan pelaksanaan dari ajaran
tersebut sehingga baik dalam bersikap dan bertingkah lakuyang baik di
masyarakat dan pada akhirnya menuju kepada arah pembebasan dari ikatan lahir
dan batin.
DAFTAR PUSTAKA
Madja,
I Ketut. 2009. Darsana (Bahan Ajar).
Denpasar: IHDN.
Maswinara,
I Wayan. 2006. Sistem Filsafat Hindu
(Sarva Darsana Samgraha). Surabaya: Paramita.
Sivananda, Sri
Swami. 2003. Intisari Ajaran Hindu.
Surabaya: Paramita.
Sumawa,
I Wayan dan Tjkorda Raka Krisnu. 1996.
Materi pokok Darsana (Modul). Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Hindu dan Buddha.
Titib,
I Made. 1996. Veda Sabda Suci (Pedoman
Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita.
Terima Kasih, menambah wawasan !!
BalasHapus