Keyakinan atau agama
menjadi tempat/wadah bagi pencarian makna kehidupan di dalam sejarah peradaban manusia.
Pencarian makna itu sendiri menimbulkan berbagai jenis persoalan yang menyentuh
ruang batin dan pikiran dalam kehidupan baik dalam segala bentuk maupun
dimensinya. Jawaban yang ditemukan bagi setiap persoalan yang dihadapi
seringkali berbeda-beda. Inilah yang menimbulkan keragaman di dalam kehidupan berkeyakinan
dan beragama, ragam itu adalah hasil ketentuan historis yang tidak boleh
dipisahkan dari pada pengalaman manusia mencari makna dibalik eksistensinya di
dunia atau di muka bumi ini.
Menurut
Pudja (1999:3) pemahaman tentang makna dari teologi atau ketuhanan yaitu Theologi
atau Brahma vidya adalah ilmu tentang Tuhan. Theos (Bhs. Yunani) berarti Tuhan
dan logos (Bhs Yunani) berarti ilmu. Didalam sastra Sanskerta dan berbagai
kitab suci Hindu, ilmu yang membelajari tentang Tuhan disebut Brahma Vidya atau
Brahma Tattwa Jnana. Kata Brahma dalam hubungan pengetahuan di atas
diartikan Tuhan yaitu gelar yang
diberikan kepada Tuhan sebagai unsur yang member kehidupan pada suatu
ciptaannya dan dan juga unsur Sabda atau Aksara (Yang Maha Kuasa).
Teologi adalah wacana
yang berdasarkan nalar mengenai agama,
spiritualitas
dan Tuhan.
Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala
sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama.
teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan.
Para teolog berupaya menggunakan analisis dan argumen-argumen rasional
untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajar dalam salah satu bidang dari topik-topik
agama. Teologi memampukan seseorang
untuk lebih memahami tradisi
keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan lainnya, dapat membantu dalam
membuat perbandingan antara berbagai tradisi, melestarikan, memperbaharui suatu
tradisi tertentu, membantu penyebaran suatu tradisi, menerapkan sumber-sumber
dari suatu tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan masa kini, atau untuk
berbagai alasan lainnya.
Di
dalam kaitannya mencari makna dalam suatu keyakinan, teologi merupakan suatu
landasan bagi manusia untuk memahami dan mengilhami unsur-unsur ketuhanan. Teologi
harus mengacu kepada sifat dan kesalehan dalam kehidupan sosial untuk memahami
terhadap arti dan makna bentuk-bentuk esensi ketuhanan tersebut dan sifat teologi
konvensional menitik beratkan pada kesalehan individu dengan segala macam
ritualnya. Kesalehan individu seperti ini tidak membangkitkan kesadaran
terhadap tanggung jawab sosial selaku mahluk yang memiliki Tri Pramana. Sebaliknya Teologi haruslah memberikan makna baru
terhadap sradha dan bhakti itu. Sifat sradha dan bhakti yang
tidak memisahkan individu dari lingkungan sosialnya. Dalam cara pandang manusia
baru ini, keyakinan hidup itu berpusat pada diri dan lingkungan sosialnya.
Secara tradisi, veda
diakui sebagai apauruseya. Banyak
peneliti mengabaikan kata ini, yang berarti mereka kehilangan pegangan tiang
tokoh veda. Apauruseya berarti Veda
bukanlah ciptaan manusia biasa tetapi veda adalah wahyu suci Tuhan Yang Maha
Esa, yang disampaikan lewat para Maharesi yang memliki tingkat kerohanian dan
kesucian yang amat tinggi. Oleh karena itu nama lain dari veda adalah Sruti. Sangan disayangkan kata itu pun
banyak diabaikan peneliti atau penekun veda. Sruti berarti wahyu-wahyu yang yang didengar oleh para maharesi dan
yang harus diterima dengan cara mendengar dari orang-orang suci (Darmayasa, Tanpa
tahun, : 6-7).
Ajaran
Hindu memberikan banyak jalan untuk memahami teologi dan esensi tentang Tuhan
Yang Maha Esa diantaranya seperti wahyu langsung (Veda Sruti) yang diterima oleh orang-orang suci maupun tertulis
atau berupa sastra (Veda Smerti) yang
secara keseluruhan disebut dengan veda. Untuk pemahaman veda yang maha luas,
maka oleh orang bijaksana/suci dijabarkan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya
yaitu Catur Veda (Reg Veda, Sama Veda,
Yajur Veda dan Atharva Veda), Purana, Bhagavadgita, Sarasamuccaya,
Upanisad, Manavadharmasastra dll.
Dari
berbagai macam pembagian dalam Veda tersebut, yang menarik perhatian penulis
yaitu tentang ajaran Teologi atau tentang ketuhanan terkandung di dalam inti
sari yang terdapat di dalam Bhagavadgita,
yaitu tentang percakapan antara sang Avatar dengan penyembahnya yang mengalami
keragu-raguan dalam memahami tentang hakikat asal mula dan akhir dari kehidupan
serta tujuan sebenarnya dalam kehidupan itu. Karena didalamnya banyak
terkandung makna-makna, filsafat tentang perjalanan suatu kehidupan dan tujuan
akhir pencapaian kebahagian rohani.
Bhagavadgita
adalah lebih merupakan susastra agama yang klasik daripada sebuah risalah
falsafah. Dia bukanlah suatu karya story (cerita) yang hanya bisa dimengerti
oleh orang-orang tertentu yang sudah di-inisasi saja (sudah menjalani diksa saja), melainkan kumpulan syair
yang populer, yang bisa membantu bahkan mereka-mereka yang berkelana diberbagai
aneka tempat. Dia memberikan ungkapan kepada berbagai aspirasi dari semua
golongan agama yang ingin menapak jalan yang didalam menuju kotanya Tuhan. Kita
menyentuh realitas yang paling dalam, dimana orang-orang berjuang, gagal dan
juga mencapai kemenangan. Selama berabad-abad, jutaan umat Hindu menemukan
hiburan didalam susastra besar ini,
yang menjelaskan di dalam ungkapan-ungkapan yang jitu dan dalam, azas-azas
utama dari agamarohani yang memang bukanlah didasarkan atas fakta-fakta yang
tidak berdasar (Mantik, 2007:1).
Bhagawadgita adalah sebuah
bagian dari Mahabharata yang
termasyhur, dalam bentuk dialog yang
dituangkan dalam bentuk syair. Dalam dialog
ini, Krishna, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah
pembicara utama yang menguraikan ajaran-ajaran filsafat Vedanta, sedangkan Arjuna, murid
langsung Sri Krishna yang menjadi
pendengarnya. Secara harfiah, arti Bhagavadgita adalah “nyanyian ketuhanan” (Bhaga = kehebatan sempurna, van =
memiliki, Bhagavan = Yang memiliki kehebatan sempurna, ketampanan sempurna,
kekayaan yang tak terbatas, kemasyuran yang abadi, kekuatan yang tak terbatas,
kecerdasan yang tak terbatas, dan ketidakterikatan yang sempurna, yang dimiliki
sekaligus secara bersamaan).
Syair ini merupakan interpolasi atau sisipan
yang dimasukkan kepada “Bhismaparwa”. Adegan ini terjadi pada permulaan Bharatayuda, atau perang
di Kurukshetra. Saat itu Arjuna berdiri di tengah-tengah medan perang Kurukshetra di antara pasukan
Kurawa dan Pandawa. Arjuna
bimbang dan ragu-ragu berperang karena yang akan dilawannya adalah sanak
saudara, teman-teman dan guru-gurunya. Lalu Arjuna diberikan pengetahuan sejati
mengenai rahasia kehidupan (spiritual) yaitu Bhagawadgita oleh Krishna yang berlaku
sebagai sais Arjuna pada saat itu.
Penulis Bhagavadgita adalah Sri Krishna Dvipayana Vyasa atau Resi Vyasa. Bhagavadgita merupakan
ajaran universal yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia, sepanjang masa.
Untuk mengetahui rahasia kehidupan sejati di dunia ini sehingga dapat
terbebaskan dari kesengsaraan dunia dan akhirat. Umat Hindu meyakini, Bhagavadgita merupakan ilmu
pengetahuan abadi, yakni
sudah ada sebelum umat manusia menuliskan sejarahnya dan ajarannya tidak akan
dapat dimusnahkan.
Namun
dibalik semua itu, di dalam banyak buku
tentang Bhagavadgita yang teks aslinya berbahasa Sanskerta terdapat karya
terjemahan dari berbagai banyak orang, yang tentu saja implikasinya banyak
terjadi perubahan makna dan tafsir yang bila dibaca secara seksama terjadi
polarisasi dan perubahan makna dari teks. Karya terjemahan itu banyak ditemukan
di Indonesia. Baik karya terjemahan Gde Pudja, Maswinara, Srila Prabhupada,
Sastri Pendit, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra,
Gusti Ngurah Tamba, S.Radhakrishna dan sebagainya merupakan tokoh-tokoh
yang dikatakan memiliki reputasi yang baik dalam pendalaman teologi keagamaan.
Persoalannya, apakah semua tokoh di atas memiliki kemampuan bahasa sanskerta
sehingga mampu untuk menterjemahkan ataukah hanya menterjemahkan dari bahasa
Inggris ke bahasa Indonesia sehingga sebenarnya semua tokoh di atas bukan
menterjemahkan dari bahasa Sanskerta ke
bahasa Indonesia?
Terbukti
dari sedemikian banyak buku terjemahan Bahagavadgita
yang beredar di masyarakat memiliki nuansa dan arti yang kurang lebih tidak
sama, makna dan tafsirnya pun berbeda-beda.
Bhagavadgita Dari Berbagai tafsir Perspektif Teologi
Swami Prabupada (2000), Bhagawadgia menurut aslinya menjadi
sebuah pustaka utama yang akan dikaji dalam penelitian ini, yang menguraikan
tentang ringkasan isi Bhagavadgita, Karma yoga, Pengetahuan rohani, Karma yoga,
Dhyana yoga, Pengetahuan tentang yang mutlak, Cara mencapai kepada yang maha
kuasa, Pengetahuan yang paling rahasia, Kehebatan Tuhan yang mutlak, Bentuk
semesta, Pengabdian suci bhakti, Alam, kepribadian yang menikmati dan
kesadaran, dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, ada beberapa
buku yang menulis tentang konsep dan makna ketuhanan atau teologi dalam ajaran Hindu,
yang ada kaitanya dengan ajaran ketuhanan yang ada dalam teks Bhagavadgita, yang bisa dipakai bahan
tambahan dalam menganalisis kajian teologi sesuai pandangan dari berbagai
tafsir dalam buku Bhagavadgita.
Berkaitan dengan penelitian yang
peneliti ajukan, pustaka atau buku-buku serta tulisan yag relevan dengan
pembahasan yang diangkat dalam topik ini yang bisa dipakai bahan tambahan dalam
menganalisis kajian teologi yang sesuai dengan teks dalam buku Bhagavadgita, adalah sebagai berikut:
Mantra (1995) dalam buku terjemahannya
yang berjudul “Bhagawadgita”
menguraikan tentang arti Bhagavadgita yaitu “Nyanyian Tuhan” atau nyanyian
suci. Kitab suci umat Hindu ini adalah bagian dari Bhisma-Parwa dari Mahabharata
yang disusun oleh Bhagawan Wyasa. Mengingat isi dari Mahabharata terutama bagian Bhagavadgita,
maka juga disebutkan veda yang kelima (Bharatah
Pancamo wedah). Isinya adalah pembicaraan antara Sri Krishna dan Arjuna
dalam medan perang Kuruksetra dimana berhadapan antara saudara Pandawa dan
Korawa. Pembicaran ini dibukukan dalam 700 sloka.
Bhagavadgita
memulai dengan pertanyaan dari Prabu Dhritarashtra pada Sanjaya mengenai
perkembangan di medan perang Kuruksetra. Sanjaya dengan seksama menguraikan
semua kejadian dalam hubungan dengan peperangan antara Pandawa Dan Korawa.
Tamba (1991) dalam bukunya terjemahan
yang berjudul “Gita Yang Diterangkan”
menguraikan atau menjelaskan tentang Arjuna Vishada Yoga, Sankhya yoga, Karma
yoga, Jnana Vibhaga yoga, Karma Sannyasa yoga, Adhyatma yoga, Jnana yoga,
Akshara Brahma yoga, Raja Vidya Raja Guhya yoga, dan Vibhuti yoga.
Pudja (2010) dalam buku terjemahannya
yang berjudul “Bhagavadgita”
menjelaskan yaitu Bhagavadgita adalah
bagian dari Bhisma Parwa dari Mahabharata
sehingga dapat disimpulkan Bhagavadgita
adalah bagian terkecil dari Veda kelima. Pentingnya kitab Bhagavadgita ini adalah karena isinya merupakan puncak dari ajaran
agama Hindu yang secara umum Bhagavadgita
adalah satu suplemen dalam mempelajari kitab Catur Veda atau Sruti.
Mantik (2007) dalam bukunya yang
berjudul “ Bhagavadgita” menguraikan
tentang pengertian Bhagavadgita yang merupakan susastra agama yang klasik
daripada dari sebuah risalat falsafah, Kegundahan dan keraguan Arjuna, yoga
pengetahuan, karma yoga, jnana yogaatau jalan pengetahuan, pelepasan yang
sesungguhnya, dhyana yoga, Dhyana yoga, tuhan dan alam semesta, jalan dari
evolusi kosmis, yang maha kuasa lebih besar dari ciptaannya, tuhan adalah
sumber dari semuanya, memahami dia berarti semuanya, bentuk semesta, sembah
kepada kepribadian tuhan lebih baik daripada Samadhi kepada yang mutlak, raga
jasmani yang disebut medan jiwa yang disebut yang mengerti tentang medan dan
pembedaan diantara keduanya, bapa gaib dari semua mahluk, pohon kehidupan,
sifat dari pikiran yang berwawasan dewata dan asura, dan triguna diterapakan
kepada fenomena agama.
Bertitik tolak dari hasil karya yang telah
ada, ternyata masih banyak celah dari teks-teks terjemahan Bhagavadgita
tersebut yang belum mendapat perhatian terutama dalam analisa terjemahannya
dari bahasa Sanskerta kedalam bahasa Inggris hingga kedalan bahasa Indonesia memiliki
arti dan makna yang berbeda-beda sehingga menimbulkan berbagai tafsir.
Celah-celah yang belum mendapat perhatian inilah nantinya akan dikaji secara
kompresensif, sehingga diperoleh hasil sesuai dengan judul yang dikemukakan.
Konsep Bhagavadgita
Pudja (2010) menjelaskan tentang makna
dari konsep tentang Bhagavadgita yaitu nyanyian Devata, adalah salah satu
suplemen kitab Veda. Ia sering menamakan sebagai Veda kelima, Pancamo Veda.
Tidak jelas mengapa dinamakan demikian, karena kalau dilihat dari aspek
kodifikasi kitab suci agama Hindu yang disebut Veda, secara tradisional disebut
catur Veda.
Bhagavadgita
adalah sebagai Pancamo Veda yang bersifat suplemen. Penggunaan istilah Upanisad
pada beberapa bab di dalam Bhagavadgita menujukan bahwa Bhagavadgita adalah sebuah Upanisad dan Upanisad itu sendiri adalah
Veda yang tergolong sruti. Dengan menunjukan itu tidaklah keliru menyimpulkan
beberapa pemikir Hindu yang mengatakan Bhagavadgita
adalah Veda ke lima.
Bhagavadgita
adalah ajaran mistik. Ilmu mistik di dalam agama Hindu dikenal dengan Raja
Yoga, bertujuan untuk menguak tabir rahasia ketuhanan sehingga dengan demikian
mudahlah bagi umatnya melaksanakan jalan lintas itu menuju kekekalan Brahman
atau Nirvana Brahman atau Moksa. Ini pula yang menyebabkan Bhagavadgita dikenal sebagai kitab Gita Rahasia.
Bhagavadgita
adalah kitab Yoga karena semua bab disebut ajaran Yoga. Yoga adalah satu sistim
dan juga satu metode menghubungkan diri atau ber-sembah kepada Tuhan agar
mendapat rahmat dari padanya.
Bhagavadgita
adalah kitab Tattva Darsana yang membahas konsepsi filsafat Samkhya dan Yoga,
dan karena itu cara pandang penyajian materinya mendekati sistem filsafat
Samkhya dan Yoga. Istilah ini pin disebut didalam Bhagavadgita itu.
Radakrishna (2007) menjelaskan tentang Bhagavadgita adalah lebih merupakan
susastra agama yang klasik daripada sebuah risalat falsafah. Dia bukanlah suatu
karya esoteris yang hanya bisa dimengerti oleh orang-orang tertentu yang sudah
di-inisiasi saja ( sudah menjalankan diksa saja), melainkan kumpulan syair yang
popular, yang bisa membantu bahkan mereka-mereka “yang berkelanadi berbagai
aneka tempat”. Dia memberikan ungkapan kepada berbagai aspirasi dari semua
golongan agama yang ingin menapak jalan yang didalam menuju kotanya Tuhan. Kita
menyentuh realitas yang paling dalam, dimana orang-orang berjuang, gagal dan
juga mencapai kemenangan. Selama berabad-abad, jutaan umat Hindu menemukan
hiburan didalam susastra besar ini, yang menjelaskan didalam ungkapan ungkapan
yang jitu dan dalam, azas-azas utama dari agama rihani yang memang bukanlah
didasarkan atas fakta-fakta yang tidak berdasar, dogma yang tidak ilmiah atau
khayalan yang semena-mena.
Darmayasa (tanpa tahun) menguraikan
bahwa pada akhirnya kita juga dihadapkan pada sebuah Veda lima (Pancamo Veda).
Mengenai sebutan Pancamo Veda, memang tidak disebutkan di dalam Rg, Yajur,
Sama, maupun Atharva Veda. Yang banyak menyebutkan istilah ini adalah
Purana-purana, dan Itihasa. Yang disebut dengan Pancamo Veda adalah Catur Veda
ditambah Bhagavadgita, yang terdapat
didalam kitab Mahabharata dan sekaligus merupakan inti sari dari kitab
Mahabharata, sehingga dikatakan “Mahabharata pancamo veda”.
Dari keseluruhan literature Veda yang
amat banyak dan luas tersebut, diyakini bahwa Bhagavadgita adalah sari-sarinya (sarva sastra mayi gita). Bagi
orang kebanyakan zaman sekarang, kitab Bhagavadgita
yang hanya terdiri dari 700-an sloka ini saja tak sempat dibaca. Saying memang.
Paling tidak, dengan menuliskan daftar buku-buku Veda tersebut di atas, kita
dapat melihat bahwa Veda memang
sesungguhnya kitab Wahyu adanya, maha luas, mencakup segala bidang permasalahan
hidup dan juga ia tidak berisikan sesuatu yang bersifat sempit dan terbatas
DAFTAR
PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif,
Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke
Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Darmayasa, I Made. Tanpa Tahun. Studi Ringkas Catur Veda. Yayasan Dharma Sathapanam.
Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT Grasido.
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat Paradigma Bagi
Pengembangan Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial,
Semiotika, Sastra, Hukum, dan Seni. Jakarta: Paradigma.
Koentjraningrat, 1980. “Sejarah Teori Antropologi 1”. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Komaruddin, 1984. Kamus Istilah Skripsi dan Tesis.
Bandung: Angkasa.
Mantik, Agus S. 2007. Bhagavad Gita. Surabaya: Paramita.
Mantra, I.B. 1995. Bhagawadgita. Milik Daerah Tingkat I Bali.
Menaka, I Made. 1990. Bhagavadgita. Singaraja: Yayasan Kawi Mandala.
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset.
Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Pudja, Gde. 2010.
Bhagawad-Gita. Surabaya: Paramita.
Pudja, Gde. 1999. Teologi Hindu (Brahma Widya). Surabaya: Paramita.
Prabhupada, Swami. 2000. Bhagavad-Gita Menurut Aslinya. Jakarta: Hanuman Sakti.
Redana, I Made. 2006a. Hand-Book Mata Kuliah Metodologi Penelitian. Denpasar: Institut
Hindu Dharma Negeri.
Redana, I Made. 2006b. Panduan Praktis Penulisan Karya Ilmiah dan Proposal Riset Dilengkapi
Contih Proposal Riset. Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri.
Sudharta, Tjok. Rai. 2007. Ajaran Moral Dalam Bhagawad Gita. Surabaya: paramita.
Sudarto. 2002. Metodologi
Penelitian Filsafat. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Tim Penyusun. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Titib, I Made. 2001. Teologi & Sombol-simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Titib,
I Made. 2004. “Dainika Upanisad”Doa Umat
Hindu Sehari-hari. Surabaya: Paramita
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong
BalasHapusHow to make money from Bet365 - Work
BalasHapusHow to make money from Bet365. What is the best way to make money from Bet365? This guide หาเงินออนไลน์ explains what makes betting on sports so appealing.