Berkaitan dengan ketuhanan dalam agama hindu, akan memunculkan berbagai pertanyaan. Pertanyaan awal yang menarik terkait dengan ketuhanan agama Hindu adalah Apakah Tuhan Agama Hindu mempunyai wujud? Hal ini terkait dalam sistem pemujaan agama Hindu para pemeluknya membuat bangunan suci, arca (patung-patung), pratima, pralinga, mempersembahkan bhusana, sesajen dan lain-lain. Hal ini menimbulkan prasangka dan tuduhan yang bertubi-tubi dengan mengatakan umat Hindu menyembah berhala.
Agama Hindu sebagai agama tertua di
dunia, setidak-tidaknya mempunyai gudang ajaran yang tidak mudah dimengerti
sebagai akibat pertumbuhan dan perpaduan dari berbgai tradisi yang berkembang
di berbagai wilayah yang luas tanpa terkendalikan. Beberapa perbedaan konsep
dan pengertian telah berkembang sebagi akibat perbedaan cara berpikir dan cara
penafsirannya atas satu pokok keimanan yang sama tentang Tuhan dan Dewa-Dewa.
Oleh karena itu , menjadi satu keharusan yang tidak dapat dielakan untuk
mempelajari pokok-pokok pengertian tentang Ketuhanan dan Dewa-Dewa sebagai
keimanan dalam sistem penghayatan sebagaimana kita jumpai dalm berbagai
ungkapan dalam Veda.
Umat Hindu percaya pada satu Tuhan
(Brahman dalam Upanisad), tetapi mereka memuja dalam berbagai bentuk yang
disebut dengan Dewa-Dewi. Hindu memuja banyak Tuhan (Dewa) bukanlah politheisme
akan tetapi monotheistik polytheisme. Pemikiran Hindu yang monotheime adalah
pengakuan tentang Tuhan yang diketahui dengan banyak cara dan dipuja dalam
berbagai bentuk (Pandit.2006.43).
Agama hindu menyadari adanya perbedaan
dalam pikiran manusia dan perbedaan tingkat spiritual dalam hindividu. Agama
Hindu tidak mengkategorikan manusia ke dalam satu keturunan. Tuhan tidak dapat
dikatakan hanya memiliki satu bentuk atau nama tertentu karena akan membatasi
Kekuatannya yang pasti. Inilah mengapa Hindu memuja berbagai nama dan bentuk
Tuhan. Tidak ada nama atau bentuk yang lebih baik atau lebih buruk dari yang
lainnya karena semuanya itu adalah manifestasi dari Tuhan.
Dewa-dewa atau devata digambarkan dalam berbagai wujud,
yang menampakkan diri sebagai yang personal, yang berpribadi dan juga yang
tidak berpribadi. Yang Berpribadi dapat kita amati keterangan tentang dewa
Indra, Vayu, Surya, Garutman,Ganesa, Ansa yang terbang bebas di angkasa, dan sebagainya. Sedang Yang Tidak Berpribadi, antara
lain sebagai Om (Omkara/Pranava), Sat, Tat, dan lain-lain.
Dewa-Dewa merupakan manifestasi dari
Tuhan atau nama lain dari Tuhan. Tuhan adalah pendukung, pengatur, pengendali
seluruh jagat raya ini. Dewa-dewa adalah sinarnya Tuhan. Seperti halnya
matahari dan sinarnya tidak akan bisa dipisahkan. Demikian juga antara Dewa dan
Tuhan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, hanya dpat dibedakan
secara teoritis. Para Dewa dapat pula dikatakan sebagai nama lain dari Tuhan
pada saat Tuhan bertugas dalam suatu aspek kehidupan. Sepertihalnya pada saat
Tuhan melakukan tugasnya sebagai pencipta, Beliau sangat populer disebut
sebagai Dewa Brahma, demikian pula pada saat melakukan tugas sebagai pemelihara
maka Beliau disebut sebagai Dewa Wisnu dan pada saat Beliau sebagai
pelebur Beliau disebut sebagai Dewa
Siwa. Juga Dewa-dewa lainnya sesuai dengan fungsinya.
Dewa Ganesa adalah
salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu dan banyak dipuja oleh umat Hindu, yang memiliki gelar sebagai Dewa pengetahuan
dan kecerdasan, Dewa pelindung, Dewa penolak bala/bencana dan Dewa
kebijaksanaan. Lukisan dan patungnya banyak ditemukan di berbagai
penjuru India; termasuk Nepal, Tibet dan Asia Tenggara. Dalam relief, patung dan lukisan, ia sering
digambarkan berkepala gajah, berlengan empat dan berbadan gemuk. Ia dikenal
pula dengan nama Ganapati, Winayaka dan Pilleyar. Dalam
tradisi pewayangan, ia disebut Bhatara Gana, dan dianggap
merupakan salah satu putera Bhatara Guru (Siwa). Berbagai sekte dalam agama Hindu memujanya tanpa
memedulikan golongan. Pemujaan terhadap Ganesa amat luas hingga menjalar ke
umat Jaina, Buddha, dan di luar India (Martin-Dubost, hal. 311–320).
Di bali Pemahaman terhadap Dewa
Ganesha pada umumnya belum begitu diketahui oleh umat Hindu. Karena konsep ajaran agama di Bali masih dipolitisir
oleh kaum-kaum tertentu. Pemahaman aje
were, yang membuat umat enggan dan takut mempelajari ajaran agama. Padahal
pemahaman aje were ini sudah tidak
relefan dengan keadaan jaman sekarang. Konsep inilah menyebabkan pemahaman-
pemahaman terhadap Dewa-dewa tidak begitu dikenal oleh umat Hindu di Bali.
Pemahaman
secara umum Dewa Ganesha dikenal dengan nama Ganapati atau Bhetara Gana, yang diyakini fungsinya
secara umum sebagai dewa ilmu pengetahuan yang banyak patungnya di tempatkan di
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Selain itu pemahaman konsep Dewa Ganesha
dengan nama Bhetara Gana biasanya dipakai dalam pelaksanaan upacara yadnya. Yang
sering digambarkan dalam bentuk gambar-gambar atau rerajahan dalam kain atau sarana-sarana upacara lainnya.
Dari pemahaman
yang kurang terhadap Dewa Ganesha, sangat perlu adanya pemahaman yang utuh
terhadap makna dan fungsi dari Dewa Ganesha, dalam salah satu wujud personal
dari Tuhan sebagai bentuk ekspresi bhakti
kita kepada Tuhan.
Siapa Dewa Ganesha.
Ganesha dalam deretan sejumlah dewa
agama Hindu adalah termasuk dewa minor, minor dalam arti tidak sepopuler atau seagung Dewa
Brahma, Wisnu dam Siwa. Ganesha termasuk dewa kecil, tapi diantara dewa
minor Ganesha paling termashyur atau paling populer.
Dewa Ganesha adalah dewa yang dalam
perwujudannya berbentuk manusia yang memiliki kepala gajah , berlengan empat
dan berbadan gemuk. Perpaduan antara manusia dan binatang ini adalah simbol
dari perlambang manusia yang sempurna, yang diungkapkan oleh para resi Hindu. Ia dikenal pula dengan nama Ganapati,
Winayaka dan Pilleyar. Dalam tradisi pewayangan, ia disebut Bhatara Gana,
dan dianggap merupakan salah satu putera Bhatara Guru (Siwa). Berbagai sekte dalam agama Hindu memujanya tanpa memedulikan
golongan. Pemujaan terhadap Ganesa amat luas hingga menjalar ke umat Jaina, Buddha, dan di luar India.
Meskipun ia dikenal
memiliki banyak atribut, kepalanya yang berbentuk gajah membuatnya mudah untuk dikenali. Ganesa mahsyur sebagai "Pengusir
segala rintangan" dan lebih umum dikenal sebagai "Dewa saat memulai
pekerjaan" dan "Dewa segala rintangan" (Wignesa, Wigneswara),
"Pelindung seni dan ilmu pengetahuan", dan "Dewa kecerdasan dan
kebijaksanaan". Ia dihormati saat memulai suatu upacara dan dipanggil sebagai pelindung/pemantau
tulisan saat keperluan menulis dalam upacara. Beberapa kitab mengandung anekdot mistis yang dihubungkan dengan
kelahirannya dan menjelaskan ciri-cirinya yang tertentu.
Ganesa muncul sebagai dewa tertentu dengan wujud yang khas
pada abad ke-4 sampai abad ke-5 Masehi, selama periode Gupta, meskipun ia mewarisi sifat-sifat pelopornya
pada zaman Weda dan pra-Weda. Ketenarannya naik
dengan cepat, dan ia dimasukkan di antara lima dewa utama dalam ajaran Smarta (sebuah denominasi Hindu) pada abad ke-9. Sekte para pemujanya yang disebut Ganapatya, yang menganggap Ganesa sebagai dewa yang
utama, muncul selama periode itu. Kitab utama yang didedikasikan untuk Ganesa
adalah Ganesapurana, Mudgalapurana, dan Ganapati Atharwashirsa (Wikipedia. 2013).
Ganesa memiliki banyak
gelar dan nama pujian, termasuk Ganapati dan Wigneswara. Gelar
dalam agama Hindu yang dipakai sebagai penghormatan,
yaitu Sri seringkali ditambahkan di depan namanya. Salah satu cara yang
terkenal dalam memuja Ganesa adalah dengan menyanyikan Ganesa Sahasranama, sebuah doa pengucapan "seribu
nama Ganesa". Setiap nama dalam sahasranama mengandung arti
berbeda-beda dan melambangkan berbagai aspek dari Ganesa. Sekurang-kurangnya
ada dua versi Ganesa Sahasranama; salah satu versi diambil dari Ganeshapurana, yaitu sastra Hindu untuk menghormati Ganesa.
Secara literaturkata Ganesha terdiri
dari kata Gana yang berarti kelompok, species kesatuan, sedangkan Esha berarti
Tuhan. Karena Om adalah Ganesha dan kata Tuhan berarti segalanya adalah Ganesha,
seperti jnanagna adalah kelompok manusia atau devagna merupakan kelompok dewa.
Jadi Ganesha berarti Tuhan, Om kara dan dewa dari semua alam semesta dan spesis
yang meliputi tujuh loka ke atas (bhur, bhuvah, svah, maha, jana, tapa, sathya)
dan tujuh loka kebawah (patala, atala, sutala, tala-tala, rasa tala, maha tala
vitala) (Aripta.2003:85).
Dalam kitab Amarakosha, Ganesha memiliki delapan nama lain yaitu : (1) Winayaka yang
artinya mandiri atau bijaksana, tidak tunduk kepada siapapaun. (2) Wignaraja (sama dengan Wignesa) yang artinya : raja
penghalang. (3) Dwaimatura yang artinya memiliki dua ibu yaitu Gangga dan Parwati.
(4) Ganadipa (sama dengan Ganapati dan Ganesa) yang artinya penguasa
katagori atau jenis, dengan kata lain yang artinya bahwa beliau itu Tuhan. (5) Ekadanta yang memiliki satu gading. (6) Heramba, Lambodara (yang memiliki
perut bak periuk, atau, secara harfiah, yang perutnya bergelayutan). (7) Gajanana yang bermuka gajah. (8) Wakratunda yang artinya sibadan besar (Krishan hal. 6. ensiklopedia bebas.2013).
Penggambaran sosok Ganesa memiliki
berbagai variasi yang luas dan pola-pola berbeda yang berubah dari waktu ke
waktu. Dia kadangkala digambarkan berdiri, menari, beraksi dengan gagah berani
melawan para iblis, bermain bersama keluarganya
sebagai anak lelaki, duduk di bawah, atau bersikap manis dalam suatu keadaan.
Biasanya Ganesa
digambarkan berkepala gajah dengan perut buncit. Patungnya
memiliki empat lengan, yang merupakan penggambaran utama tentang Ganesa. Dia
membawa patahan gadingnya dengan tangan kanan bawah dan membawa kudapan manis,
yang ia comot dengan belalainya, pada tangan kiri bawah. Pada kedua tangan yang
dibelakang, Ganesa
digambarkan memegang sebuah kapak atau angkusa pada tangan sebelah kanan dan sebuah jerat pada tangan sebelah kiri.
Ganesa digambarkan
menunggangi atau diantar oleh seekor tikus sebagai wahana beliau. tikus juga selalu ditempatkan dekat dengan
kakinya. Tikus sebagai wahana muncul pertama kali dalam kitab Matsyapurana dan kemudian dalam Brahmandapurana dan Ganesapurana, dimana Ganesa menggunakannya sebagai
kendaraan hanya pada inkarnasi terakhirnya(ensiklopedia bebas.2013).
Wahana seekor
tikus melambangkan ego manusia yang dapat memakan segalanya yang baik dan yang
mulia dalam diri manusia. Seekor tikus yang duduk dekat dengan kaki Ganesha
melambangkan bahwa manusia yang sempurna harus dapat menguasai egonya. Seekor
tikus yang duduk dekat dengan makanan yang segar, tetepi tidak memakannya,
memiliki arti bahwa ego yang dimurnikan dan terkontrol ddapat hidup di dunia
tanpa dipengaruhi oleh godaan dunia. Tikus yag merupakan kendaraan dari
Ganesha, yang menandakan bahwa seseorang itu harus dapat mengendalikan ego
untuk kebijaksanaan sehingga dapat bersinar (Pandit.2006:197).
Dari berbagai masing
masing nama Dewa Ganesha, Dewa ini diyakini memiliki fungsi-fungsi khusu, yang
salah satunya yaitu : menurut Skanda Purana Ganesha adalah dewa penghancur
halangan dan pelancar jalan dengan nama beliu adalah Ganapati atau raja para
gana. Atinya kalau tidak disembah pertama kali, maka Ganesha akan menjadi
penghalang dan bila di puja pertama kali, maka akan memperlancar proses
perjalanan. Pemujaan Ganesha dalam hal ini juga untuk mencari berkah Tuhan
untuk mencapai keberhasilan yang diinginkan dalam dunia fisik dan juga untu selanjunya
mencapai kesempurnaan. Ganesha dengan nama Vinayaka yang berfungsi sebagai dewa
kebijaksanaan, dewa ilmu pengetahuan. Dalam fungsi ini Ganesha membawa pustaka
suci atau lontar.
Banyak kisah tentang kelahiran Dewa
Ganesha Meski Ganesa
terkenal sebagai putera dari Siwa dan Parwati, mitos-mitos dalam Purana memiliki ketidakpastian mengenai kelahirannya.
Dia bisa saja diciptakan oleh Siwa, atau oleh Parwati, atau oleh Siwa dan
Parwati, atau muncul secara misterius dan ditemukan oleh Siwa dan Parwati.
Terdapat berbagai versi mengenai kelahiran Ganesa, namun kisah yang paling
terkenal berasal dari kitab Siwapurana.
Dalam Vahana
Purana (Debroy.2000), dinyatakan bahwa Ganesha lahir dari tertawa-Nya Siwa.
Ganesha sangat ganteng, cemerlang dan agung. Parwati sangat mengagumi Ganesha.
Siwa menjadi cemburu, dan akibatnya Siwa mengutuk Ganesha agar berwajah gajah.
Ganesha muncul
dari wajah Dewa Siwa sebagai prinsip akasa tattwa. Ganesha sangat cemerlang dan
gagah. Kecenmerlangan Ganesha yang menawan hati, menyebabkan Dewi Parwati
marah, sehigga Parwati mengutuk Ganesha. Akibat kutukan itu Ganesha menjadi
berkepala gajah, sehingga tidak ganteng seperti semula (Jendera. 2012:24).
Dalam Shiva Purana, dalam masa shveta
varaha kalpa, dikisahkan bahwa Jaya dan Wijaya merupakan sahabat Dewi Parwati
mendiskusikan tentang hasrat Dewi Parwati. Atas saran kedua sahabat tersebut, Dewi Parwati
menciptakan seorang putra dari debu tubuh kosmiknya yang akan direncanakan
untuk memimpin semua gana shiva. Dengan sankalpa-Nya, lahirlah seorang putra
yang diberi nama Ganesha. Ia berpesan agar anak tersebut tidak mengizinkan siapapun masuk ke rumahnya
selagi Dewi Parwati mandi dan hanya boleh melaksanakan perintah Dewi Parwati
saja. Perintah itu dilaksanakan sang anak dengan baik.
Alkisah ketika Dewa Siwa
hendak masuk ke rumahnya, ia tidak dapat masuk karena dihadang oleh anak kecil
yang menjaga rumahnya. Bocah tersebut melarangnya karena ia ingin melaksanakan
perintah Parwati dengan baik. Siwa menjelaskan bahwa ia suami Parwati dan rumah
yang dijaga si bocah adalah rumahnya juga. Namun sang bocah tidak mau
mendengarkan perintah Siwa, sesuai dengan perintah ibunya untuk tidak mendengar
perintah siapapun. Akhirnya Siwa kehabisan kesabarannya dan bertarung dengan
anaknya sendiri. Pertarungan amat sengit sampai akhirnya Siwa menggunakan Trisulanya dan memenggal kepala si bocah. Ketika Parwati
selesai mandi, ia mendapati puteranya sudah tak bernyawa. Ia marah kepada
suaminya dan menuntut agar anaknya dihidupkan kembali. Siwa sadar akan
perbuatannya dan ia menyanggupi permohonan istrinya.
Atas saran Brahma, Siwa mengutus abdinya, yaitu para gana, untuk memenggal kepala makhluk
apapun yang dilihatnya pertama kali yang menghadap ke utara. Ketika turun ke
dunia, gana mendapati seekor gajah sedang menghadap utara. Kepala
gajah itu pun dipenggal untuk mengganti kepala Ganesa. Akhirnya Ganesa
dihidupkan kembali oleh Dewa Siwa dan sejak itu diberi gelar Dewa Keselamatan. Setelah Ganesha hidup
kembali semua para Dewa menganugrahi semua kekuatan (budhi, shakti, siddhi)
kepada Ganesha. Dan Parwati menganugrahkan sebelum memuja para dewa lainnya,
Dewa ganesha harus dipuja terlebih dahulu. Dan Dewa Siwa menganugrahkan, dengan
memuja Ganesha semua usaha akan mencapai keberhasilan dan semua halangan akan
dilenyapkan.
Dalam Purana
juga disebutkan, Ganesha turun ke dunia dalam semua zaman, antara lain
disebutkan dalam Zaman Krithayuga lahir sebagai Vinayaka mahotkata, di dalam
Tretayuga sebagai Mayuraswara, Dwaparayuga sebagai Gajaanana dan terakhir dalam
zaman Kaliyuga akan lahir sebagai Dhumraketu (Aripta.2003.85).
Peranan Dewa Ganesha Dalam Tradisi Hindu di Bali.
Tradisi adalah sesuatu kebiasaan yang
sudah berlagsung paling tidak lima puluh tahun. Ada sejumlah tradisi yang
berasal dari agama Hindu dan ada juga tradisi yang tidak berasal dari agama
Hindu. Sangat sulit sekali membedakan mana tradisi yang memang berasal dari
agama dengan tradisi yang berasal dari kebiasaan yag identik dengan adat
budaya. Tidak semua tradisi bisa eksis digunakan dalam kehidupan.
Tradisi-tradisi yang dibuat berdasarkan ketentuan-ketentuan penguasa atau kepentingan-kepentingan
pada jamannya, tentunya tidak bisa diberlakukan dalam jaman sekarang, dimana
keadaan dan peradaban yang sudah berubah. Tradisi yang berkaitan dan bersumber
dari ajaran agama patut dijaga dan selalu dijalankan karena sarat dengan nilai-nilai
spiritual yang mampu memberikan pengaruh pada kesadaran kita.
Dalam tradisi agama Hindu di Bali, melaksanakan yadnya adalah
salah satu kewajiban bagi umat. Salah satu bentuk yadnya adalah Dewa Yadnya,
yaitu melakukan persembahan kepada para dewa atau manifestasi Tuhan. Dalam
pelaksanaan upacara dewa yadnya ini, akan selalu diawali dengan pemujaan
terhadap Dewa Ganesha yang sering disebut dengan istilah melaksanakan caru rsigana. Upacara rsigana ini biasanya dibarengi dengan
pelaksanaan yang disebut dengan caru. Maka dalam penyebutan lebih umum
sebutannya dengan caru rsigana.
Padahal upacara rsigana merupakan
upacara dewa yadnya, bukan bhuta yadnya yang identik dengan caru. Rsigana adalah persembahan untuk
menetralisir kekuatan alam yang dapat mengganggu areal pemujaan. Dewa Gana atau
Bhatara Gana dimohon kehadiran serta
anugerah-Nya untuk mengubah kekuatan Bhuta Kala, yang cenderung merusak,
menjadi kekuatan welas asih, yang melindungi serta memberikan kebahagiaan.
Dalam susastra Hindu Bali yang melandasi upacara rsigana yaitu lontar Widhi Sastra dan lontar Kaputusan Rsigana, yang berbunyi :
“Iti pamarisudhaning karang angker, muwang sanggar parahyangan puseh,
dalem lwirnya, caru Rsigana ngaran....,
yang artinya
“ inilah pembersihan
tanah pekarangan mempunyai aura negatif, juga tempat suci perumahan, pura
Puseh, pura Dalem pembersihnya diantaranya menggunakan upacara caru, upacara
Rsigana”.
Selain
itu dalam lontar Pecaru, Rsigana Labuh
Gentuh menyuratkan :
“ Nihan tingkahing Rsigana lwirya banten sane munggah ring sanggar
tutwan, suci asoroh saruntutan sagnepnia.....”
Artinya
“ Demikian
pelaksanaan upacara Rsigana diantaranya banten yang ada/ ditempatkan di sanggar
surya suci 1 soroh/satu ditambah dengan perlengkapan sesajen selengkapnya....” (Dharmita.
2011).
Salah satu mantra pengastawa Sang Hyang Gana berbunyi : “Sarva
visa vinasanam, kala drngga-drnggi patyam, parani rogani murcchantam,
trivistapopajivanam”. Yang artinya semua racun (penyebab penyakit) menjadi
netral, yang angker-angker hilang, setiap penyakit yang disentuh lenyap serta
memasukkan kekuatan yang melindungi jiwa (Aripta.2003: 83). Dalam prosesi
pelaksanaannya biasanya simbol Dewa Ganesha dipakai gambar yang dituangkan
dalam kain putih yang sering disebut dengan rerajahan.
Gambar rerajahan ini selain dilukiskan Dewa Ganesha juga dituliskan
aksara-aksara suci, yang bersifat magis, yang mengandung kekuatan tertentu.
Pelukisan dan penulisan ini tidak boleh dibuat oleh orang sembarangan. Biasanya
orang yang sudah di diksa atau di dui jati yang mampu melukiskan dan
menuliskan. Karena orang yang sudah di diksa
menggambarkan suatu bentuk kesucian, yang mana beliau sudah memiliki kemampuan
lebih dari orang lain, yang mampu menghidupkan dari kekuatan-kekuatan gambar
dan tulisan-tulisan aksara suci tersebut. Dari perpaduan semua unsur, baik
sarana-sarana yang dipakai yang berupa bentuk-bentuk simbul banten, simbul
gambar berupa rerajahan, mantara dan konsentarasi pikiran yang dilantunkan dan
direnungkan oleh pendeta dan suara dari genta akan mampu menarik kekuatan
energi Dewa Ganesha untuk menyucikan, menjaga dan menetralisir dari pelaksanaan
yadnya yang akan dilaksanakan.
Dalam upacara rsigana ini kita dapat melihat, peran bagi Dewa Ganesha dalam nama beliau Ganapati
yaitu sebagai pemimpin dari pada gana, guna menetralisir dari kekuatan atau
energi-energi negatif menjadi energi positif. Yang tujuannya untuk membantu
didalam melancarkan pelaksanaan yadnya yang akan dilaksanakan.
Berkaitan dengan fungsi Dewa Ganesha
sebagai menjaga dan menetralisir energi negatif, pada hari-hari tertentu bila
terjadi kejadian-kejadian yang luar biasa seperti gempa bumi, penyakit yang
merajalela dan lain sebagainya, biasanya desa adat di wilayah tertentu
mengadakan sejenis pecaruan untuk menetralisir atau menyeimbangkan alam yang
tidak stabil ini. Dalam upacara ini dilakukan di setiap rumah-rumah penduduk. Pelaksanaan
upacara dimasing-masing rumah penduduk ini, ada sarana yang dipakai yaitu
menancapkan sanggah cucuk yang berisi gambar atau rerajahan Dewa Ganesha di
depan pintu masuk rumah.
Dalam simbul rerajahan penggambaran Dewa Ganesha di Bali agak berbeda dengan
penggambaran menurut Purana yang sudah dijelaskan diatas. Di Bali di dalam rerajahannya Dewa Ganesha hanya dengan
dua tangan. Tangan kanan membawa senjata dandha
dan tangan kiri membawa senjata genta.
Yang bermakna simbolik sebagai seorang Rsi Siwa dan Bhuda niskala yang siap
melakukan pengeruatan seisi buana agung dan bhuana alit untuk mencapai keseimbangan dan keharminisan alam.
Penggambaran ini ditemukan dalam lontar Korawasrama,
yaitu sanghyang vigana sebagai
seorang wiku (pendeta) yang bertugas melukat (meruat) manusia yang penuh
dengan hawanapsu (Dhrmita. 2011). Mengenai
penggambaran Dewa Ganesha ini memang tidak salah, karena didalam purana
disebutkan Dewa Ganesha di anugrahi oleh semua para dewa, jadi semua senjata
para-para dewa dibawa oleh Dewa Ganesha.
Dalam tradisi orang Bali juga hampir
semua masyarakat Hindu di Bali membangun pelinggih penungun karang. Ini sangat diyakini sebagai media spirit yang mampu
menjaga serta memberikan keselamatan kesejahteraan dan kedamaian rumah atau
yang berada disekeliling rumah atau pekarangan. Konsep dewa sebagai penjaga
dalam pemahaman orang bali identik dengan sesuatu kekuatan yang gaib dan besar.
Yang diidentikkan dengan nama Jero Gede,
Jero Nyoman dan sebagainya. Pemahaman ini mengidentikkan dengan adanya
roh-roh yang berstana di panungunkarang yang diyakini mampu menjaga pekarangan
rumah. Ganapati sebagai pemimpin para gana tentunya mempunyai wewenang dalam
penguasaan para roh-roh gana. Jadi atas ijin dan kuasa dari Dewa Ganesha
sebagai Ganapati, roh-roh sebagai penjaga di penungunkarang melaksanakan tugas
dan kewajibannya sebagai penjaga pekaranggan rumah. Artinya secara tidak
langsung umat Hindu di Bali lewat pelinggih penungunkarang, kita memuja Dewa
Ganesha sebagai Ganapati selaku pemimpin para gana dan sebagai Vighneswara
selaku penghancur segala halangan.
Tradisi pelaksanaan potong gigi (mapandes) di Bali yang biasanya
dilakukan setelah kita naik dewasa (nutug
kelih) adalah tradisi yang muncul dari kisah pematahan taring Dewa Ganesha
untuk menulis Veda yang disuruh oleh Maha Rsi Vyasa. Yang diceritakan karena
wahyunya yang diterima oleh Rsi Vyasa sudah turun, dan Ganesha tidak membawa
alat tulis, maka Ganesha mematahkan taringnya untuk menulis. Cerita ini
bermagsud menyimbulkan bahwa bila seeorang ingin menguasai Veda, kendalikanlah
mulutmu yang bertaring itu. Taring yang galak dipatahkan, sebab di antara panca
indra mulut bisa mempunyai dua kesalahan. Salah makan pertama dan salah bicara
yang kedua.
Dalam ceritera yang lain, pada waktu
Ganesha berperang melawan raksasa Nilarudraka, Ganesha mematahkan taringnya
dipakai sebagai senjata untuk mengalahkan Nilarudraka. Artinya simbul itu
mengandung magsud bahwa seseorang bila ingin mengalahkan musuh-musuh kita yang
sakti seperti Nilarudraka, maka kendalikanlah mulut kita. Karena mulut yang
menyebabkan bertemu musuh dan mulut yang menyebabkan bertemu teman.
Dari filosofi ke dua ceritera diatas,
seseorang kalau ingin mengalahkan musuh dan menguasai ajaran Veda,
kendalikanlah mulut yang bertaring itu. Upacara potong gigi yang dilaksanakan
menjelang dewasa, saat puber, karena saat itu, situasi kejiwaan sedang labil,
goyah, maka diadakan upacara potong gigi, agar bicaranya lebih terkendali
mulutnya baik sewaktu makan maupun sewaktu bicara. Jadi tradisi potong gigi
yang dilaksanakan di Bali, mencerminkan pengabdosian filosofi dari ceritra
Ganesha.
Taradisi di pura-pura, juga di
sejumlah rumah-rumah penduduk, banyak yang memasang patung Ganesha di depan
pintu masuk (aling-aling). Kebiasaan
ini hampir menjadi tradisi yang baik sekali di Bali. Karena masyarakat sudah
mulai tahu peran dari Dewa Ganesha sebagai penjaga rumah atau penghancur
halangan. Tradisi ini merupakan hanya sebagai penekanan dan memperkuat
keyakinan dari fungsi pembangunan panungunkarang.
Tradisi di pura yang disebut purwa
daksina, yaitu mengelilingi pura atau tempat suci dalam pelaksanaan yadnya
adalah berasal dari kehidupan Ganesha. Dari kisah Ganesha dan Kumara adiknya
Ganesha yang keduanya mau kawin. Dari permohonan ke dua putranya ini Dewa Siwa
ayahnya menjadi bingung. Maka lalu Dewa Siwa memutuskan mengadakan sayembaran.
Siapa yang lebih dulu mengelilingi jagat raya ini, maka dia akan lebih dulu
dikawinkan. Dewa Kumara yang mempunyai wahana burung merak, dengan tangkas
terbang mengelilingi dunia. Dan Ganesha dengan kendaraan seekor tikus kecil.
Karena Ganesha adalah dewa ilmu pengetahuan, Ia berpikir cerdas, lalu Ganesha
menyuruh kedua orang tuanya duduk berdampingan, lalu Ganesha denagn cepat
mengelilingi kedua orang tuannya. Dan Ganesha menyatakan dirinya menang dalam
perlombaan. Hal itu dibenarkan oleh Dewa Siwa dan Parwati, lalu Ganesha
dikawinkan dengan Siddhi dan Rddhi.
Tradisi didalam kehamilan tidak
diperbolehkan untuk berpikir yang tidak baik, melihat yang tidak baik dan
mendengar yang tidak baik, ini merupakan suatu tradisi mitos, yang dikaitkan
dengan kelahiran Dewa Ganesha. Yang dikisahkan pada waktu Parwati hamil besar,
lalu Indra datang menengok dengan mengendarai wahana-Nya Gajah Airawata. Pada
waktu melihat gajah Parwati terkejut dan lahir putranya berkepala gajah. Jadi
ceritera ini sebagai gambaran apapun yang selalu dipikirkan dalam waktu seorang
ibu hamil, akan berpengaruh terhadap cabang bayi pada kandungan ibu.
Dewa Ganesha yang dilambangkan sebagai
dewa ilmu pengetahuan, perwujudannya atau patungnya banyak dijumpai di
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Tradisi ini sudah lama diyakini oleh
masyarakat Hindu di Bali. Tapi pemujaan khusus terhadap patung atau arca Dewa
Ganesha belum pernah saya lihat. Penempatan patung-patung Ganesha hanyalah
sebatas simbolik, tanpa adanya ritual khusus yang mengacu pada Veda. Dan
kadang-kadang hanya sebagai pelengkap dan ada sebagai seni. Ini menandakan kurang
pahamnya massyarakat secara menyeluruh terhadap mitologi keberadaan Dewa
Ganesha.
Selain cerminan pemahaman Dewa Ganesha
yang dikaitkan dengan pelaksanaan dalam taradisi dalam keagamaan dan
pengetahuan dalam masyarakat Bali, penggambaran Dewa Ganesha banya dituangkan
atau ditulis dalam kesusastraan lontar-lontar yang ada di Bali. Seperti dalam
lontar Ganapati Tattwa mengisahkan bagaimana percakapan
Dewa Siwa dengan putranya yaitu Ganesha atau Ganapati. Dalam Ganapati Tattwa
Ganesa atau Ganapati bisa dipuja untuk kepentingan pengelukatan. Tata cara
upacara beserta mantram yang diucapkan oleh pemimpin ritual yang
menyelenggarakan pengelukatan Ganapati, adalah sama dengan pelaksanaan ritual
pengendalian hama dan penyakit tanaman maupun manusia. Masyarakat Hindu di Bali
mengenal upacara ngelukat atau melukat., yakni ritual pembersihan diri secara
lahir dan bhatin atau sekala dan niskala. Upacara ini disebut melukat karena di
dalamnya menggunakan tirtha atau air suci pangelukatan yang khusus dibuat untuk
tujuan tersebut (Pudja. 1999 : 90).
Simpulan
Dewa Ganesha adalah dewa Hindu yang dalam patung dan
gambarnya yang terkenal dan dilambangkan dengan bentuk manusia yang memiliki
kepala gajah. Dewa Ganesha dalam kedudukannya
merupakan dewa-dewa minor. Akan tetapi kedudukan-Nya itu sangat terbalik dengan
peran atau fungsi-Nya, karena Dewa Ganesha sangat dihormati dan merupakan
dewata Mahakuasa. Umat Hindu yang memuja Dewa Ganesha
adalah untuk memohon berkah Tuhan agar dapat mencapai keberhasilan dalam dunia
fisik untuk selanjutnya mencapai kesempurnaan. Dewa Ganesha adalah dewa yang
harus terlebih dahulu dipuja sebelum melakukan pemujaan kepada dewa atau dewi
lain atau perayaan lainnya.
Keberadaan Dewa Ganesha di Bali memang
agak berbeda terutama dari penggambarannya. Dewa Ganesha di Bali lebih dikenal
dengan nama Bhatara Gana atau Ganapati. Secara fungsi Dewa Ganesha difungsikan
sebagai penetralisir para bhuta dan sebagai lambang dewa ilmu pengetahuan. Banyak
tradisi di Bali yang terinspirasi dan bersumber dari kisah dan ajaran dari
kehidupan Dewa Ganesha. Tradisi ini merupakan suatu bentuk pengartian dari
kisah-kisah kehidupan Dewa Ganesha yang memiliki nilai etika dan spiritual yang
tinggi. Tradisi ini diyakini merupakan bagian dari bentuk pelaksanaan ajaran
agama Hindu di Bali.
DAFTAR
PUSTAKA
Atmadja, Nengah Bawa. 1999. Ganesa sebagai Avighnesvara, Vinayaka dan
Pengelukatan : Penerbit PT Paramita Surabaya.
Aripta Wibawa. 2003. Butir Butir Reformasi Hindu Ke Depan: Percetakan Deva.
Bansi Pandit. 2006. Pemikiran Hindu Pokok-Pokok pikiran Agama
Hindu Dan Filsafat: Penerbit PT Paramita Surabaya.
Jendra, I Wayan . 2012.
Ganesha dan Kaitannya Dengan Tradisi di
Bali: Penerbit Sairamadas Denpasar.
Jendra, I Wayan . 2008.
Tuhan Sudah Mati ? Untuk Apa Sembahyang
: Penerbit PT Paramita Surabaya.
Siwa Budha Dhaksa
Dharmita, Ida Pandita Mpu. 2011. Filsafat
Rsigana Penciptaan Dunia Alam Semesta : Penerbit PT
Paramita Surabaya.
Jual Cytotec Obat Aborsi Asli Tuntas
BalasHapusObat Aborsi
Jual Obat Aborsi Papua Asli
Jual Obat Aborsi Kalimantan Asli
Pil Penggugur Kandungan
Obat Aborsi
Obat Aborsi Manjur
Obat Aborsi
Obat Penggugur Kandungan
Obat Aborsi Batam Manjur
Obat Aborsi Semarang Cytotec
Obat Aborsi Bandung
Obat Aborsi Jakarta
Obat Aborsi Bekasi
Jual Obat Aborsi Tabanan Untuk Menggugur Kandugankan & Janin Tuntas Bergaransi
Pemesanan Hub SMS / WA : 08 222 5555 602
Betway Group - 머니 토토토토토토토 바카라사이트 바카라사이트 메리트카지노총판 메리트카지노총판 우리카지노 쿠폰 우리카지노 쿠폰 온라인카지노 온라인카지노 カジノ シークレット カジノ シークレット 바카라사이트 바카라사이트 dafabet dafabet 91 Jackpot City Casino Online Casino – Review and Bonus
BalasHapus